Rabu, 01 Januari 2014

Energi Alternatif Pengganti Elpiji, Mungkinkah ?



Energi Alternatif Pengganti Elpiji, Mungkinkah ?    

Awal tahun 2014 dimulai dengan sebuah berita yang bisa dibilang menggemparkan masyarakat Indonesia secara keseluruhan, yaitu adanya kenaikan harga gas elpiji 12 Kg.  Berita tersebut pertama kali kuketahui justru dari status BBM seorang kawan yang tinggal di Jakarta yang isinya kurang lebih seperti ini, “ Semalam liat newsticker di TV elpiji 12 Kg naik jadi 120K. Wew bertambah lagi biaya bulanan, pos mana yang mesti dikurangi ya ?:-?”.  Segera saja kabar itu aku jadikan bahan diskusi singkat dengan keluargaku,  walau kami sendiri tidak menggunakan elpiji sebagai bahan bakar untuk memasak namun sebagaimana halnya kenaikan BBM atau apapun kenaikan ini diprediksikan akan memberikan efek domino terhadap kenaikan-kenaikan harga-harga lain secara umum. Apalagi setelah selidik punya selidik (browsing2 dan lihat berita kenaikannya menjadi 120-ribuan tersebut atau naik 70%-an). Wow.




Walaupun gas epliji 12 Kg itu umumnya dipakai oleh golongan menengah ke atas namun berakibat juga ke masyarakat pengguna gas 3 Kg yang mendapat subsidi pemerintah.  Masyarakat kecil ataupun UKM-UKM yang menggunakan gas 3 Kg mulai merasakan sulitnya mencari gas ukuran 3 Kg sejak dua pekan sebelum kenaikan gas 12 Kg diinformasikan.  Jikapun ada harganya pun ternyata turut melonjak.

Usut punya usut kenaikan harga tersebut sepenuhnya adalah wewenang dari Pertamina sendiri, pemerintah tidak punya hak intervensi kenaikan harga tersebut.  Pertamina menaikan harga karena selama ini Pertamina dari sektor elpiji ini selalu mengalami kerugian.

Sejak Elpiji mulai di introduksi sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah, awalnya pun untuk menekan biaya subsidi dan mengurangi defisit pertamina, namun ternyata sekarang pertamina tetap bermasalah dengan defisit.  Jadi apa yang salah ?, mestinya kan mereka punya banyak pakar ekonomi atau apapun yang ahli hitung soal laba-rugi , jadi kenaikan harga hingga 70% seketika secara tidak langsung menunjukkan kelemahan manajemen siapa ?.

Inti persoalannya juga sebenarnya adalah konsumsi elpiji (LPG) yang memang hampir digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.  Ada tidak sih sumber energi lain/ energi alternatif pengganti LPG sehingga masyarakat tidak perlu bergantung kepada LPG.  Sudah banyak ide beredar dan dieksekusi sebetulnya, seperti penggunaan serbuk kayu, minyak jelantah, biogas dan terakhir kabarnya ada yang menggunakan biji jarak sebagai sumber biogas pengganti bahan bakar (termasuk LPG).

Namun itu semua terlihat tidak cukup signifikan di kelola atau digunakan oleh masyarakat yang sebagian besar ternyata tetap menggunakan LPG.

Sekilas sejenak sambil memandang langit aku jadi bermimpi jika suatu saat nanti setiap orang bisa membawa panel sebesar HP ukuran saku yang bisa menyerap tenaga surya yang cukup digunakan sebagai sumber energi  untuk menerangi sebuah rumah bertipe 36 dengan 6 buah lampu 1 lemari es 1 buah televisi serta 1 buah kompor listrik untuk konsumsi 1 hari.  Isi ulangnya hanya biarkan saja esok pagi panel itu terpapar sinar surya dihalaman katakanlah seharian.  Setiap keluarga punya 3 panel seperti itu saja sudah cukup untuk menghentikan konsumsi listrik PLN, LPG Pertamina dan (entah aku bukan ahli astronomi) setidaknya matahari tidak akan mengalami kerugian milyaran ketika energinya di serap, tokh energi panas yang dia paparkan tidak kembali ke matahari bukan ?.

Hanya Sebuah Mimpi .. semoga suatu saat menjadi nyata seperti Mimpi Orville & Willbur tentang terbang di angkasa !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar